• Selamat datang di laman

    Balai Guru Penggerak
    Provinsi Kalimantan Tengah

    Mari bersama kita tingkatkan kualitas mutu guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah di Kalimantan Tengah

    Selengkapnya
  • Berita

    Sosialisasi Pendaftaran Narasumber Berbagi Praktik Baik

    Dalam rangka untuk mendukung dan mempercepat implementasi Kurikulum Merdeka, Balai Guru Penggerak Kalimantan Tengah menyelenggarakan kegiatan sosialisasi Pendaftaran Narasumber Berbagi Praktik Baik secara daring. Kegiatan yang diselenggarakan tanggal 21, 22, dan 24 Maret 2023 ini mengundang para Kepala Sekolah Penggerak, Guru yang lolos Program Guru Penggerak dan Pendidik lainnya yang memiliki praktik baik terkait Implementasi Kurikulum Merdeka. Narasumber Berbagi Praktik Baik adalah salah satu dukungan Kemendikbudristek bagi satuan pendidikan dalam menerapkan Kurikulum Merdeka jalur Mandiri. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut: berasal dari satuan pendidikan yang telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, atau sekolah lainnya yang telah menerapkan prinsip- prinsip Kurikulum Merdeka di satuan pendidikannya dan belum pernah mengikuti pembekalan NS BPB;Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik sebagai NS BPB;Memiliki bukti karya yang dapat dijadikan praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka;Berkomitmen untuk mengikuti seluruh rangkaian kegiatan NS BPB;Berkomitmen menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai NS BPB; dantelah menyelesaikan aksi nyata pelatihan mandiri di PMM minimal dua topik.Diharapkan melalui kegiatan ini semakin banyak kepala sekolah/guru yang mendaftarkan dirinya sebagai Narasumber Berbagi Praktik Baik di aplikasi SINAR BAIK. 

    Selengkapnya
  • Berita

    Sekolah Penggerak di Kalimantan Tengah: Dari, Oleh, dan Untuk Siswa

    Terpilih sebagai Sekolah Penggerak bukanlah sebuah proses yang singkat. Diawali dari seleksi berkas yang berisikan riwayat pengabdian serta prestasi yang pernah diraih oleh para Kepala Sekolah, praktik mengajar, hingga kemudian pleno bersama, antara pihak Kemendikbudristek (dalam hal ini UPT) dan Pemangku Kepentingan Daerah. Para Kepala Daerah berkomitmen, untuk tidak melakukan mutasi para Kepala Sekolah Penggerak terpilih selama 3 tahun, untuk memaksimalkan pendampingan dan intervensi Program Sekolah Penggerak, yang diharapkan dapat naik level (minimal satu tingkat) dari yang diharapkan pada rentang tahun tersebut.Sekolah Penggerak terpilih tidak hanya berupaya memajukan satuan pendidikannya saja. Sekolah Penggerak terpilih pun tak jarang mengundang sekolah lain untuk mengimbaskan ilmu yang didapat dari Fasilitator Sekolah Penggerak (FSP), kepada sekolah-sekolah lain yang masih dalam satu gugus, walau hanya sekadar transfer ilmu yang sederhana saja. Seperti bagaimana digitalisasi di sekolah, atau saling berbagi praktik baik terkait IKM dan PMM yang sekiranya dapat saling menginspirasi. Seperti yang telah dilakukan oleh TK Bina Bangsa 01 di Kabupaten Kotawaringin Timur dan TK Negeri Pangkalan Banteng di Kabupaten Kotawaringin Barat. Kedua sekolah tersebut mengundang sekolah-sekolah di sekitarnya untuk belajar dan berbagi bersama.Ada juga salah seorang guru dari SMPN 2 Mentaya Hilir Utara yang tak mau ketinggalan berbagi pemahaman mengenai Merdeka Belajar yang dapat disaksikan melalui kanal YouTube beliau,https://www.youtube.com/watch?v=5_EQydGucEkCerita inspiratif lain juga didapat dari SDN 2 Sawahan dari Kabupaten Kotawaringin Timur, yang bahkan turut melibatkan peran orang tua murid dalam Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Dalam praktiknya, para murid diajak untuk memanfaatkan tanaman herbal yang tumbuh di sekitar sekolah untuk kemudian dibuat jamu kunir asam. Karena di antara orang tua murid tersebut ada yang berprofesi sebagai pembuat jamu, maka pihak sekolah pun mengajak orang tua murid bersangkutan untuk bersama-sama memberi arahan kepada murid dalam pengolahan produk tersebut. Untuk melihat lebih lanjut mengenai aksi para siswa dalam mengolah jamu tersebut, dapat menyaksikan melalui tautan berikut,https://www.youtube.com/watch?v=5_EQydGucEkApapun produk yang dihasilkan oleh para kepala sekolah, guru, siswa, bahkan orang tua, semuanya adalah hasil karya yang baik. Di balik hasil yang luar biasa tersebut, terdapat proses dan kolaborasi yang diharapkan dari output Profil Pelajar Pancasila, yakni untuk mencetak generasi Beriman, Berkebinekaan Global, Bergotong Royong, Kreatif, Bernalar Kritis, dan Mandiri.     

    Selengkapnya

    Berita Terbaru


    Muhammad Fikri Aminuddin, S.Kom.

    Sosialisasi Pendaftaran Narasumber Berbagi Praktik Baik

    Dalam rangka untuk mendukung dan mempercepat implementasi Kurikulum Merdeka, Balai Guru Penggerak Kalimantan Tengah menyelenggarakan kegiatan sosialisasi Pendaftaran Narasumber Berbagi Praktik Baik secara daring. Kegiatan yang diselenggarakan tanggal 21, 22, dan 24 Maret 2023 ini mengundang para Kepala Sekolah Penggerak, Guru yang lolos Program Guru Penggerak dan Pendidik lainnya yang memiliki praktik baik terkait Implementasi Kurikulum Merdeka. Narasumber Berbagi Praktik Baik adalah salah satu dukungan Kemendikbudristek bagi satuan pendidikan dalam menerapkan Kurikulum Merdeka jalur Mandiri. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut: berasal dari satuan pendidikan yang telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, atau sekolah lainnya yang telah menerapkan prinsip- prinsip Kurikulum Merdeka di satuan pendidikannya dan belum pernah mengikuti pembekalan NS BPB;Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik sebagai NS BPB;Memiliki bukti karya yang dapat dijadikan praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka;Berkomitmen untuk mengikuti seluruh rangkaian kegiatan NS BPB;Berkomitmen menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai NS BPB; dantelah menyelesaikan aksi nyata pelatihan mandiri di PMM minimal dua topik.Diharapkan melalui kegiatan ini semakin banyak kepala sekolah/guru yang mendaftarkan dirinya sebagai Narasumber Berbagi Praktik Baik di aplikasi SINAR BAIK. 

    Muhammad Fikri Aminuddin, S.Kom.

    Sekolah Penggerak di Kalimantan Tengah: Dari, Oleh, dan Untuk Siswa

    Terpilih sebagai Sekolah Penggerak bukanlah sebuah proses yang singkat. Diawali dari seleksi berkas yang berisikan riwayat pengabdian serta prestasi yang pernah diraih oleh para Kepala Sekolah, praktik mengajar, hingga kemudian pleno bersama, antara pihak Kemendikbudristek (dalam hal ini UPT) dan Pemangku Kepentingan Daerah. Para Kepala Daerah berkomitmen, untuk tidak melakukan mutasi para Kepala Sekolah Penggerak terpilih selama 3 tahun, untuk memaksimalkan pendampingan dan intervensi Program Sekolah Penggerak, yang diharapkan dapat naik level (minimal satu tingkat) dari yang diharapkan pada rentang tahun tersebut.Sekolah Penggerak terpilih tidak hanya berupaya memajukan satuan pendidikannya saja. Sekolah Penggerak terpilih pun tak jarang mengundang sekolah lain untuk mengimbaskan ilmu yang didapat dari Fasilitator Sekolah Penggerak (FSP), kepada sekolah-sekolah lain yang masih dalam satu gugus, walau hanya sekadar transfer ilmu yang sederhana saja. Seperti bagaimana digitalisasi di sekolah, atau saling berbagi praktik baik terkait IKM dan PMM yang sekiranya dapat saling menginspirasi. Seperti yang telah dilakukan oleh TK Bina Bangsa 01 di Kabupaten Kotawaringin Timur dan TK Negeri Pangkalan Banteng di Kabupaten Kotawaringin Barat. Kedua sekolah tersebut mengundang sekolah-sekolah di sekitarnya untuk belajar dan berbagi bersama.Ada juga salah seorang guru dari SMPN 2 Mentaya Hilir Utara yang tak mau ketinggalan berbagi pemahaman mengenai Merdeka Belajar yang dapat disaksikan melalui kanal YouTube beliau,https://www.youtube.com/watch?v=5_EQydGucEkCerita inspiratif lain juga didapat dari SDN 2 Sawahan dari Kabupaten Kotawaringin Timur, yang bahkan turut melibatkan peran orang tua murid dalam Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Dalam praktiknya, para murid diajak untuk memanfaatkan tanaman herbal yang tumbuh di sekitar sekolah untuk kemudian dibuat jamu kunir asam. Karena di antara orang tua murid tersebut ada yang berprofesi sebagai pembuat jamu, maka pihak sekolah pun mengajak orang tua murid bersangkutan untuk bersama-sama memberi arahan kepada murid dalam pengolahan produk tersebut. Untuk melihat lebih lanjut mengenai aksi para siswa dalam mengolah jamu tersebut, dapat menyaksikan melalui tautan berikut,https://www.youtube.com/watch?v=5_EQydGucEkApapun produk yang dihasilkan oleh para kepala sekolah, guru, siswa, bahkan orang tua, semuanya adalah hasil karya yang baik. Di balik hasil yang luar biasa tersebut, terdapat proses dan kolaborasi yang diharapkan dari output Profil Pelajar Pancasila, yakni untuk mencetak generasi Beriman, Berkebinekaan Global, Bergotong Royong, Kreatif, Bernalar Kritis, dan Mandiri.     

    Muhammad Fikri Aminuddin, S.Kom.

    Menjadi Fasilitator Sekolah Penggerak di Kalimantan Tengah: Melewati Sungai Beriam atau Berbuaya, dan Tanah Berair

    Menjadi Fasilitator Sekolah Penggerak (FSP) Program Sekolah Penggerak (PSP) memang bukanlah kewajiban. Hanya sekadar tugas tambahan, yang didasari jiwa kesukarelawanan. Namun, peran FSP dalam pendampingan Sekolah PSP tidak dapat diremehkan—justru menjadi ujung tombak dalam pengembangan hasil belajar secara holistik kepada anak didik.Program Sekolah Penggerak memungkinkan seluruh sekolah untuk menjadi penggerak bagi sekolah-sekolah di wilayahnya, baik yang di tengah kota, maupun di hulu dan hilir sungai di Kalimantan Tengah. Siapa yang pernah menyangka, jika sekolah yang berada di ujung kebun sawit menjadi wadah pembelajaran bagi sekolah-sekolah di sekitarnya, atau bahkan sekolah-sekolah yang lokasinya harus melewati sungai beriam, atau berbuaya. Selama ada tekad dan kemauan, tidak ada yang mustahil, dan seluruh pemangku kepentingan di daerah, juga turut mendukung program yang dirilis langsung oleh Kemendikbudristek RI ini.Kembali pada bahasan awal, bahwa sejatinya para FSP pun diseleksi melalui proses yang cukup ketat dan panjang, menimbang bahwa akan ada banyak amanah dan tanggung jawab yang akan diemban untuk mendampingi sekolah-sekolah yang terpilih. Pendampingan tersebut tak hanya secara dalam jaringan (daring), tetapi juga luar jaringan (luring) yang tentunya, medan menuju lokasi sekolah binaan juga menantang. Tak jarang, ada beberapa FSP yang bahkan butuh waktu hingga 3 hari lamanya untuk melakukan Kunjungan Lapangan yang hanya berlangsung selama 3 JP (1 JP = 45 menit). Untuk saat ini saja—Angkatan 1 dan 2, waktu tempuh ke kabupaten terdekat membutuhkan waktu sekitar 4 jam lamanya. Itu pun baru tiba di ibukota kabupaten, belum menuju ke sekolah binaan yang menyita waktu perjalanan lebih lama lagi.Dengan rerata usia 40-an dari berbagai kalangan (akademisi, dinas, UPT, dan pensiunan), para FSP ini tersebar ke 7 kabupaten/kota terpilih Program Sekolah Penggerak. Ada sekolah yang berlokasi dekat dengan domisili para FSP, ada pula yang harus menempuh perjalanan berjam-jam, bahkan jalur darat dan air. Belum lagi jika kondisi jalan sedang rusak, para FSP pun harus rela mengantri, hingga akhirnya terpaksa mencari penginapan terdekat.      Tidak hanya pengorbanan para FSP yang patut diacungi jempol, tetapi juga peran sekolah dampingan yang tak kalah semangat dalam mendukung dan mengimplementasikan Program Sekolah Penggerak di satuan pendidikan masing-masing. Tak jarang, beberapa sekolah bahkan rela merogoh kocek untuk pengantar-jemputan para FSP karena medan tempuh yang ekstrem.“Saya ni, Mbak.. Pakaian atas aja yang bagus. Coba lihat sepatu dan ujung celana saya, penuh bekas licak* ini.” Tutur Pak Jonro—salah satu FSP, ketika kami sedang rehat di sela-sela kegiatan Lokakarya Pengawas di Kabupaten Kotawaringin Barat Oktober 2022 lalu. Hal tersebut bukan bualan semata, dan tak hanya satu-dua FSP yang bertugas di lapangan dengan kondisi demikian. Pak Saharuddin pun, FSP untuk jenjang SMP di Kabupaten Murung Raya harus menempuh jalur darat dan air, melewati sungai beriam deras untuk menuju Kecamatan Tumbang Kunyi. Ada juga Ibu Aty, yang bahkan sesekali harus berjalan kaki karena kondisi jalan yang sulit dilewati kendaraan roda empat biasa, atau bahkan Ibu Puji Ika Rahayu, yang harus melalui jalan berlumpur dan mengikuti lintasan bekas ban truk besar perusahaan karena sekolah yang beliau bina di bawah naungan suatu yayasan perusahaan sawit.    Tak hanya kegiatan-kegiatan yang bersifat kunjungan lapangan atau luring yang penuh tantangan, tetapi juga pendampingan yang dilakukan secara dalam jaringan (daring), khususnya untuk Pokja Manajemen Operasional (PMO) Level Sekolah. Selain para FSP yang harus mengatur jadwal kerja dengan sekolah dampingannya, ‘mencari sinyal’ adalah hal klasik yang selalu menjadi tantangan pendampingan setiap bulan. Mungkin jika mengutip salah satu obrolan dengan Pak Jainudin, “sinyalnya telindung* pohon kelapa”. Ada yang baru mendapat koneksi pada malam hari, ada juga yang hanya mendapat sinyal di satu sekolah, sehingga sekolah lain pun menumpang dan menggunakan satu perangkat untuk melakukan PMO bersama FSP. Bahkan, terkadang harus menunggu beberapa hari lagi agar mendapat koneksi yang maksimal antara FSP dan sekolah dampingannya.Dalam artikel singkat ini, tak dapat kami sebutkan satu-persatu nama FSP yang telah bekerja begitu keras mendampingi para sekolah PSP, yang diharapkan dapat menjadi motor penggerak untuk sekolah-sekolah lain di sekitarnya. Cerita singkat ini pun hanya sedikit gambaran perjuangan para FSP PSP di Provinsi Kalimantan Tengah, yang tentunya tak kalah semangat dengan para sekolah binaan untuk memajukan satuan pendidikannya. Semangat Merdeka Belajar, akan anak tabela itah pahari*!*:- Licak: Lumpur, becek- Telindung: Terhalang- Akan anak tabela itah pahari: Untuk generasi muda kita semua

    Muhammad Fikri Aminuddin, S.Kom.

    Bekerja sama dengan BGP Kalteng, Pemerintah Kota Palangka Raya Mengadakan Lokakarya Sekolah Penggerak

    Dalam rangka mendukung program kementerian serta memperkuat pemahaman terhadap IKM, Pemerintah Kota Palangka Raya bekerja sama dengan BGP Kalteng mengadakan Lokakarya Sekolah Penggerak dengan tema Peningkatan Kapasitas Komite Pembelajaran Sekolah Penggerak. Kegiatan yang dilaksanankan pada tanggal 18 s.d 20 maret 2023 di hotel Luwansa Palangka Raya ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman terhadap Kurikulum Merdeka serta diimbaskan kepada sesama rekan guru dan kepala sekolah di Kota Palangka Raya.          Kegiatan yang dibuka kadisdik, dihadiri oleh Pengawas Pembina, Kepala Sekolah, Guru dari sekolah penggerak, serta perwakilan dari komunitas. Kepala BGP Kalteng dalam sambutannya sangat mengapresiasi upaya Pemerintah Kota Palangka Raya untuk meningkatkan mutu pendidikan, serta berharap kepada seluruh peserta agar hal baik yang sudah diterima ini dapat diimbaskan ke sekolah-sekolah lain, khususnya sekolah pelaksana IKM Mandiri.

    Muhammad Fikri Aminuddin, S.Kom.

    Cerita Ibu Guru Maria Debora dari Ambon: “Menjadi Laskar Pendidikan Indonesia”

    Maria Debora Siagian merupakan salah satu guru di Indonesia yang punya pengalaman unik. Sejak kecil sudah terbiasa dengan kehidupan lintas budaya dan itu sangat membentuk kepribadiannya sebagai seorang guru. Ia lahir dan besar di Bengkulu, menjalani masa SD sampai SMA di Payakumbuh (Sumatra Barat), kuliah di Bengkulu (Provinsi Bengkulu), kemudian menjadi guru di Tanjung Balai (Sumatra Utara), Bogor (Jawa Barat), Tangerang Selatan (Provinsi Banten), dan sekarang Ambon (Provinsi Maluku). Tahun 2016 lalu, tiga bulan setelah lulus kuliah S1 Pendidikan Biologi, Universitas Bengkulu, Maria Debora mencoba mengajar di sebuah sekolah di Tanjung Balai, Sumatra Utara. Setahun berselang ia pindah ke sebuah SMA Swasta di Bogor dan mengajar di sana selama lebih-kurang 4 tahun (2017-2021). Di sekolah ini, awalnya ia mengajar biologi sebagai guru biasa, kemudian menjadi wali kelas, dan koordinator laboratorium. Tahun 2022, Maria kemudian mengambil pilihan yang awalnya berat, yakni berangkat ke Ambon untuk ikut bersama suami. Akhirnya, setelah memutuskan pindah ke pulau Maluku ini, ia mendapatkan kesempatan untuk membantu mengajar di sebuah SMP. Kemudian, sembari terus menyimak perkembangan program Kemendikbudristek melalui media sosial, ia membaca pengumuman Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan setelah mengikuti seleksi ia diterima untuk mengikuti program tersebut di  angkatan 1. Tekad Maria untuk menikmati peran sebagai guru biologi di SMA Ambon dan keseriusannya menjalani Program PPG Pra Jabatan sangat berkaitan dengan inspirasi dari guru-guru sekolahnya dahulu dan sangat didukung pengalaman lintas budaya yang dialaminya sejak kanak-kanak. Terinspirasi Guru Kreatif“Saya terinspirasi oleh Pak Agus, guru biologi sewaktu di SMP dulu,” ujar Maria ketika ditanya perihal motivasinya menjadi guru. Waktu itu Pak Agus menyelenggarakan pembelajaran di luar kelas, dengan konsep belajar sambil bermain. Dengan cara begitu, Pak Agus membuat murid mengerti istilah-istilah biologi. “Bahkan Pak Agus pernah membawa torso tengkorak ke lapangan sekolah,” kenangnya.Bagi Maria, kreativitas Pak Agus benar-benar suatu hal yang baru dan inspiratif. Ia mengaku bahwa apa yang ditunjukkan oleh guru biologinya itu membuatnya mencintai pelajaran biologi, bahkan ingin menjadi guru biologi. “Saya melihat ternyata profesi guru menyenangkan, bisa memposisikan diri sebagai orang tua, teman, dan motivator,” kata Maria. Ternyata, pengalaman Maria bertemu guru yang inspiratif berlanjut tatkala di bangku SMA. “Ada guru yang latar pendidikannya dari luar negeri dan sudah dipromosikan jadi dosen, namun ia tetap memilih jadi guru,” tutur Maria. Gurunya itu, ungkap Maria, ingin berbakti untuk daerahnya sendiri. “Guru saya itu mengatakan bahwa daerah sangat membutuhkan perubahan pendidikan. Menggunakan teknologi dan digitalisasi,” lanjut Maria. Pengalaman bertemu guru inspiratif semasa SMP dan SMA itu turut membentuk daya tahan dan daya juang Maria sebagai guru. Selain menginspirasinya untuk mempelajari biologi dan kemudian masuk ke jurusan Pendidikan Biologi ketika kuliah, pengalaman berharga itu juga tertanam dalam dirinya sebagai bekal untuk menghadapi berbagai tantangan sebagai guru, terutama ketika sudah pindah ke Ambon.Setiap Murid Istimewa, Guru Terus Berkarya “Bagi saya, menjadi guru sama dengan berkarya, karena setiap murid selalu istimewa,” demikian yang dikatakan Maria terkait refleksinya setelah mencoba menjadi guru di sekolah yang tak hanya beda kondisi, tetapi juga fasilitasnya. Pada mulanya, ketika pindah ke Ambon, Maria mengaku bahwa hal itu relatif tidak mudah, apalagi harus dengan meninggalkan sekolah di Bogor yang sudah sangat nyaman baginya. Namun, ketika pilihan untuk pindah itu tetap harus diambil, “Saya tetap ingin berkarya di Ambon,” ungkapnya, “bagi saya menjadi guru adalah berkarya,” lanjutnya. Tak dapat dipungkiri, tantangan pertama yang dihadapi Maria di Ambon adalah soal sarana dan prasarana. Sebagai guru yang sebelumnya sudah empat tahun mengajar di sekolah dengan fasilitas yang sangat lengkap, kondisi ini tidak menyurutkan semangat Maria. Seperti dedikasi guru-guru sekolahnya dahulu, Maria beradaptasi lebih cepat dan mencoba melakukan hal kreatif. “Saya bisa mengajar dengan peralatan sederhana, yang penting tujuannya tetap tercapai. Ada penerapan teknologi, tapi hanya bisa berkelompok. Akan tetapi, juga ada pembuatan media ajar dari karton dan perkakas yang sudah tidak digunakan,” jelasnya. Bahkan ketika dihadapkan pada persoalan pendapatan, Maria dengan sangat tenang dan yakin berkata, “Meskipun dengan pendapatan yang tidak sebanding, saya tetap mau menjadi guru.”Bagi Maria, dengan menjadikan profesi mengajar sama halnya dengan berkarya, maka dengan begitu ia akan selalu punya motivasi untuk menggali keunikan setiap siswa. “Baik murid-murid di Bogor maupun Ambon sama-sama istimewa dan memiliki potensi, asalkan guru bisa melihat celah-celah agar pembelajaran menarik,” ia menjelaskan.  “Ambon terkenal dengan suara emas. Anak-anak murid saya suaranya bagus. Saya mengetahuinya ketika saya terapkan ice breaking,” ungkap Maria dengan antusias. Pengalaman Menjadi Mahasiswa PPG PrajabatanKetika pertama kali membaca pengumuman Program PPG Prajabatan, Maria mengatakan bahwa saat itu ia mau menyia-nyiakan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi diri sebagai guru. “Faktor lain saya kesampingkan, bertekad bulat untuk mendaftar PPG Prajabatan di Ambon,” katanya. Ia meyakini bahwa PPG Prajabatan adalah wadah pemerintah untuk mencetak atau menjadikan lulusan pendidikan menjadi profesional. Tepat sekali dengan posisinya yang masih menjadi guru bantu. Tanpa berpikir lama, ia merasa bahwa inilah waktu yang tepat untuk mewujudkan cita-cita menjadi guru profesional. Dan melalui PPG Prajabatan, ia bisa mendapatkan legalitasnya. “PPG Prajabatan sangat tepat untuk saya. Kalau melalui PPG Dalam Jabatan (Daljab) harus menunggu proses yang lama,” ungkapnya. Selain itu, bagi Maria, membangun karir sebagai guru di daerah kepulauan seperti Ambon membuka wawasan baru baginya. Melalui PPG Prajabatan, ia mendapatkan pendidikan kepulauan. “Baru-baru ini pengabdian masyarakat (program dari dosen kampus dan mahasiswa lainnya) ke pulau Kairatu. Kami naik kapal feri dan kemudian naik angkot. Di sana, saya mengajar di SMP 1 Kairatu,” cerita Maria. Program PPG Prajabatan juga membuat Maria mengenal Kurikulum Merdeka. Sebelumnya ia mengajar dengan Kurikulum 2023. Kini, ia ia bisa menerapkan Kurikulum Merdeka sekaligus menjadi menjadi pengembangan diri baginya. Ia juga mengatakan bahwa saat itu ia jadi tahu bahwa di Kurikulum Merdeka ada pembelajaran berdiferensiasi. “Di Kurikulum Merdeka, jika ada buku teks tidak sesuai dengan kondisi di kelas, guru diberi wadah untuk kreatif, inovatif, dan berpikir kritis,” ungka Maria. Pengalaman seperti itu benar-benar ditemukannya di Ambon. Ketika acuan di buku untuk mengamati buah strawberry, sedangkan murid-muridnya banyak yang tak tahu dan belum pernah melihat buah itu. Saat itulah guru mesti melakukan kontekstualisasi materi ajar ke dalam lingkungan para murid. Selain itu, selama menjadi mahasiswa PPG Prajabatan, Maria pernah mendapatkan materi perihal ketidakmungkinan manusia saat ini untuk menolak digitalisasi. Ia mengakui bahwa materi tersebut benar-benar menjadi tantangan baginya, terutama untuk menerapkannya di kelas. Untuk mendukung pembelajarannya, Maria kemudian membuat video, power point, serta animasi sistem biologi. “Ketika tidak ada mikroskop di sekolah, saya langsung mencari video mikroskop di internet dan saya tampilkan di depan kelas melalui infocus. Saya ingin ajarkan ke murid bahwa kalau sarana prasarana yang terbatas bukanlah hambatan untuk belajar, termasuk bagi yang berminat dalam bidang biologi,” jelasnya. Pesan untuk Calon Guru LainnyaMeskipun baru mulai menjadi guru sejak tahun 2016, Maria tetap ingin membagikan pengalaman dan semangatnya pada siapa saja yang juga ingin mendedikasikan diri sebagai guru. Apalagi, Maria adalah salah satu guru yang memang sejak kanak-kanak sudah bertekad kuat dan terus menjaga semangatnya untuk menjadi guru. “Bagi teman-teman lulusan FKIP ataupun Keguruan, yang baru lulus maupun yang sudah pernah mengajar. Guru adalah profesi yang tidak hanya mengajar namun juga membimbing dan menjadi orangtua kedua bagi anak-anak. Bagi teman-teman di luar sana, jadilah laskar-laskar pendidikan Indonesia, kalau bukan dari kita siapa lagi,” demikian kata Maria.Maria berpesan kepada guru muda lainnya bahwa PPG Prajabatan akan membentuk para guru generasi muda menjadi guru-guru profesional yang punya manajemen waktu dan dapat melihat situasi yang ada. Ia juga meyakinkan para guru muda di penjuru Indonesia agar tidak khawatir untuk mengikuti PPG Prajabatan, karena sesuai pengalamannya yaitu program PPG Prajabatan sudah disiapkan dengan konsep-konsep pendidikan yang berharga. “Jangan sia-siakan kesempatan yang tidak datang dua kali, oleh sebab itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kapan lagi ada perubahan, jangan sampai teknologi semakin maju tapi pendidikan semakin menurun,” tutupnya.

    Kritik & Saran


    Kontak Kami